Example 728x250
Keislaman

Pengertian Qiyas, Macam-macam, Kehujjahan dan Contohnya

683
×

Pengertian Qiyas, Macam-macam, Kehujjahan dan Contohnya

Sebarkan artikel ini
Pengertian Qiyas, Macam-macam, Kehujjahan dan Contohnya
Pengertian Qiyas, Macam-macam, Kehujjahan dan Contohnya
Example 468x60

Al-Quran Media – Qiyas artinya adalah menyamakan kasus yang belum di jelaskan oleh Al-Quran dan Hadis  dengan suatu hukum yang sudah di jelaskan Al-Quran dan hadis.  Qiyas adalah bagian dari sumber hukum Islam setelah Alquran,  Hadis  dan Ijma’. Qiyas adalah metode  menetapkan hukum dengan cara menyamakan kasus yang sedang terjadi di masyarakat dengan kasus-kasus yang sudah dijelaskan hukumnya di dalam Alquran dan hadis. Bagi seorang yang menekuni hukum islam harus mengetahui metode penggalian hukum Islam ke empat ini. Pada artikel ini akan akan di bahas pengertian, macam-macam, dankehujjahan qiyas.

Pengertian Qiyas

Pengertian qiyas menurut bahasa berarti takaran, kadar, dimensi, ukuran, format, timbangan. Menurut istilah Ahli ushul fiqih qiyas adalah:

القياس هو إلحاق واقعة لا نص على حكمها بواقعة ورد نص بحكمها، في الحكم الذي ورد به النص، لتساوي الواقعتين في علة هذا الحكم

Artinya: Qiyas adalah menyamakan hukum permasalahan di masyarakat yang belum ada hukumnya dalam nash (Al-Qur’an  dan hadis) dengan sesuatu yang sudah ada hukumnya dalam nash (Al-Qur’an  dan hadis) karena memiliki kesamaan ‘illat antara keduanya.

Dalam kitab Lubabul Ushul dijelaskan bahwa qiyas adalah mengqiaskan (menyamakan) far’ (permasalahan yang belum ada hukumnya dalam Al-Qur’an  dan hadis) kepada ashl (permasalahan yang sudah ada hukumnya), karena memiliki kesamaan ‘illat yang terdapat di dalamnya.

Macam-Macam Qiyas

Macam-macam qiyas dari segi ‘illatnya terdapat tiga yaitu qiyas aulawi, qiyas musawi dan qiyas adna.

1. Qiyas Aulawi

Pengertian Qiyas aulawi adalah mengqiyaskan far’ (sesuatu permasalahan yang belum ada hukumnya dalam Al-Qur’an  dan hadis) dengan ashal (sesuatu yang sudah ada hukumnya dalam Al-Qur’an  dan hadis) karena ‘illat dalam far’nya lebih tinggi dari ‘illat dalam ashalnya.

Contohnya: Memukul orang tua di qiyaskan dengan berkata kasar kepada kedua orang tua yang tertera dalam Al-Qur’an  :

فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ

Artinya:  Janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”

‘Illat memukul dengan ‘illat berkata ah ini lebih tinggi ‘illat memukul. Berkata ah hanya menyakiti perasaannya saja sedangkan memukul menyakiti fisiknya.

2. Qiyas Musawi

Pengertian Qiyas musawi adalah mengqiyaskan far’ dengan ashal karena ‘illatnya yang sama. Contohnya mengqiyaskan keharaman membakar harta anak yatim dengan keharaman memakan harta anak yatim yang tertera dalam Al-Qur’an :

اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. An-Nisa’: 10)

‘illat memakan harta anak yatim dan ‘illat  membakar harta anak yatim sama yaitu sama-sama merusak harta anak yatim.

3. Qiyas Adna

Pengertian Qiyas adna adalah qiyas yang ‘illat dalam far’ lebih rendah dari ‘illat dalam ashal. Contohnya mengqiyaskan buah-buahan dalam permasalahan zakat dengan gandum. ‘illat dalam gandung adalah makanan pokok sedangkan ‘illat dalam buah-buahan adalah makanan saja.

Kehujjahan Qiyas

Qaul shahih berpendapat bahwa qiyas dapat di jadikan hujah kecuali permasalahan-permasalahan adat yang menjadi tabi’at manusia, seperti haid, nifas dan amil.

Menurut qaul shahih qiyas sudah di lakukan oleh banyak sahabat misalnya penunjukan khalifah Sayyidina Abu Bakar adalah di qiyaskan dengan Abu Bakar yang menjadi pengganti Imam shalat Rasulullah Saw.

Selain itu Qaul shahih juga berargumentasi dengan ayat Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat ke 2:

 فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ

Artinya:  Maka ambillah pelajaran (kejadian itu), wahai orang-orang yang mempunyai pandangan.

Mayoritas ulama’ berpendapat bahwa qiyas dapat di jadikan hujah dalam permasalahan hukum-hukum Syari’at amaliyah.  Menurutnya qiyas ini menempati urutan keempat dalam sumber-sumber syari’at hukum Islam setelah Al-Qur’an , hadis dan ijma’. Artinya dalam menghukumi sesuatu seseorang harus mencari dari Al-Qur’an , hadis dan ijma’ dan qiyas, namun qiyas baru dapat di gunakan ketika hukum sudah tidak di temukan dalam Al-Qur’an , hadis dan Ijma’.

Mayoritas ulama’ menggunakan dalil-dalil dari Al-Qur’an , hadis, fatwa dan perbuatan sahabat. Dalil-dalil Al-Qur’an  antara lain  yaitu pertama yaitu QS. An-Nisa’ : 59:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’ : 59)

Menurut qaul shahih kata fa’tabiru di atas  mengqiyaskan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Untuk konteks ayat di atas adalah mengqiyaskan Bani Nadhir dengan orang-orang kafir Ahlul kitab.

Dalam ayat ini di jelaskan bahwa Allah memerintahkan umat Islam untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menjawab permasalahannya. Ayat ini di jadikan dalil qiyas oleh para ulama’ karena mengikuti qiyas sama dengan Al-Qur’an  dan hadis karena hukum Al-Qur’an  dan hadis sama-sama memiliki ‘illat yang sama dengan qiyas bahkan ‘illat qiyas lebih tinggi.

Dalil dari Al-Qur’an  berikutnya ialah QS. Yasin ayat 79:

قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍ

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali.

Ayat ini adalah sebagai jawaban dari ayat sebelumnya (Siapakah yang dapat menghidupkan tulang -belulang yang hancur luluh QS. Yasin: 78).

Dalam menjawab pertanyaan orang yang ingkar kepada hari kebangkitan bukannya Allah  langsung menjawab secara langsung tetapi Allah menjawab dengan mengqiyaskan terhadap yang menghidupkan manusia sebelumnya.

Dengan demikian maka dapat di pahami bahwa  Allah swt. juga menggunakan qiyas oleh karenanya ulama’ berpendapat bahwa qiyas juga dapat di jadikan sebagai hukum Syari’at.

Memang jika kita mencermati ayat-ayat Al-Qur’an  secara detail, maka kita akan menemukan banyak ayat-ayat yang bersifat umum dan tidak detail dalam menjawab persoalan-persoalan di masyarakat, namun jika orangnya teliti maka ia akan menemukan bahwa persoalannya sudah terjawab dalam ayat yang ada dalam Al-Qur’an .

Misalnya memukul, menghina  dan mencaci orang tua, hal ini tidak ayat yang menjelaskan hukumnya tetapi persoalan ini sudah terakomodir dalam ayat larang berkata  “ah” dalam QS. Al-Isra’, 17: 23.

Sedangkan dalil qiyas yang berasal dari hadis ialah hadis Rasulullah Saw. yang membenarkan ijtihadnya Muadz bin Jabal. Berikut ini hadisnya:

عن معاذ بن جبل أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما بعثه إلى اليمن قال: كيف تقضي إذا عُرض لك قضاءٌ؟ قال: أقضي بكتاب الله. قال: فإن لم تجد في كتاب الله؟ قال: فبسنة رسول الله. قال: فإن لم تجد في سنة رسول الله؟ قال: أجتهد رأيي ولا آلو. قال: فضرب رسول الله على صدره وقال: الحمد لله وفّق رسول رسول الله لما يَرضى رسولُ الله.

Artinya: “Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal, bahwa pada saat Rasulullah saw. mengutusnya ke negeri Yaman, beliau saw. bertanya: “Bagaimana kamu memutuskan suatu persoalan jika disodorkan kepada sebuah masalah?”. Muadz menjawab, “Saya memutuskan dengan Kitab Allah”. Nabi saw. bertanya lagi, “Jika kamu tidak menemukan di dalam Kitab Allah?”. Muadz menjawab, “Dengan Sunah Rasulullah saw.”. Kembali, Nabi bertanya, “Jika kamu tidak menemukan di dalam Sunah?”. Dia menjawab, “Saya melakukan ijtihad dan tidak bertindak sewenang-wenang”. Kemudian, Muadz bercerita, “Rasulullah saw. menepuk dadanya dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah dengan sesuatu (keputusan) yang diridai Rasulullah saw.”. (Sunan al-Darimi, 168)

Dalil qiyas yang berasal dari hadis berikutnya antara lain hadis tentang Jariyah Khats’amiyah yang bertanya kepada Rasulullah tentang ayahnya yang terkena kewajiban haji tetapi ayahnya lumpuh, lalu ia bertanya apakah ia boleh menghajikan ayahnya.

Lalu Rasulullah Saw. menjawab dengan mengqiyaskan dengan apakah di perbolehkan membayar hutang bapaknya lalu si jariyah (budak perempuan) menjawab boleh, maka menghajikan ayahnya juga di perbolehkan.

Dalil-dalil aqlinya qiyas ialah: Pertama, nash-nash dari Al-Qur’an  dan hadis terbatas dan sudah terhenti sedangkan persoalan dan permasalahan hukum syari’at di masyarakat terus berkembang dan tidak ada habisnya.

Dengan demikian maka persoalan baru di masyarakat sudah tidak dapat di jawab dengan Al-Qur’an  dan hadis. Oleh karenanya maka di perlukan metodologi yang baru sebagai sumber-sumber hukum Syari’at.

Qiyas adalah salah satunya metode untuk menjawab persoalan dan permasalahan hukum baru di masyarakat karena qiyas dan nash Al-Qur’an  hadis memiliki persamaan obyek hukum yaitu ‘illat dari hukum. Hal ini selaras dengan kaidah:

الحكم يدور مع علته وجوداً وعدماً

Artinya: “Hukum berputar beserta ‘illatnya (alasan), ada dan tiada.”

Kedua, ‘illat yang ada dalam qiyas sama dengan ‘illat yang ada dalam ashal (hukum dari Al-Qur’an  dan hadis). Dengan demikian maka hukum yang bersumber dari Al-Qur’an  dan hadis sama dengan hukum yang bersumber dari qiyas.

Ketiga, Qiyas dan nash Al-Qur’an  hadis memiliki maqasid (tujuan syari’at) yang sama yaitu mendatangkan  kemaslahatan dan menolak kemudaratan

Itulah penjelasan tentang  qiyas semoga bermanfaat.

Baca juga:

Example 300250

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.